Inilah Alasan Kita Perlu Kirim Al-Fatihah kepada Guru Sebelum Membaca Kitab
Dalam tradisi pengajian di pondok pesantren, para santri, ustadz, dan kiai senantiasa mengirimkan hadiah Al-Fatihah yang dikhususkan kepada para guru atau masyaikh pesantren tersebut. Hal ini berlaku dalam sistem pembelajaran di pondok pesantren, baik menggunakan sistem sorogan (santri membaca kitab di hadapan kiai/ustaz) maupun sistem bandongan (santri mendengarkan bacaan kitab dari kiai dan memberikan catatan). Tradisi mengirimkan bacaan surah Al-Fatihah sebelum membaca suatu kitab sudah mengakar kuat di kalangan masyarakat pesantren.
Lalu, apa hikmah di balik itu semua? Mari kita bahas.
Mengutip perkataan Syaikh Abdul Hadi Naja Al-Abyari dalam kitabnya Al-Fawakih Al-Najawiyyah fi Al-Multaqat Al-Najawiyyah, beliau menjelaskan:
“Aku menjumpai para guruku, ketika hendak membaca kitab, mereka terlebih dahulu membaca surah Al-Fatihah yang semata-mata mereka tujukan untuk guru-guru mereka. Awalnya aku mengira bahwa mereka melakukan hal tersebut semata-mata sebagai bentuk kebaktian kepada seorang guru yang telah wafat, dan sebagai ungkapan balas budi atas ilmu serta didikan yang telah diberikan. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa di balik amalan sederhana ini ternyata tersimpan sebuah rahasia (sirr) lain. Sampai pada suatu ketika, aku membaca dalam kitab Imam Al-Fakhrur Razi, ketika beliau menafsirkan suatu ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Dan doakanlah mereka, karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ternyata ada sebuah rahasia yang sangat dalam dari apa yang dilakukan oleh para guru-guruku itu. Aku menyimpulkan bahwa dalam ruh-ruh atau jiwa-jiwa manusia, apabila bersifat dengan ilmu serta akhlak yang luhur, maka akan menjadi kuat. Ikatan yang kuat itu akan terjalin satu sama lain (seperti hubungan ruhani antara santri dan guru), sehingga cahaya satu sama lain itu dapat terpantulkan sebagaimana cermin yang terang-benderang memantulkan benda lainnya.
Adapun ketika seorang santri membaca surah Al-Fatihah untuk gurunya dan mendoakan kebaikan kepadanya, sejatinya ia berharap mendapatkan rahmat dan rida Allah. Ketika kemudian melanjutkan membaca kitab, maka ta’alluq (hubungan) antara ruhnya dan ruh gurunya menjadi kuat, sehingga ia akan mendapatkan percikan-percikan nur (cahaya) dari gurunya, baik berupa semangat maupun jejak perilaku mulia sang guru.
Dari cahaya jiwa gurunya inilah akan melimpah kekuatan kepada dirinya. Berkat limpahan cahaya tersebut, jiwa seorang santri menjadi lebih kuat dalam memahami, menyerap, dan mengamalkan ilmu. Begitu pula ketika seorang santri membaca surah Al-Fatihah untuk pemimpin para nabi dan rasul, yakni Nabi Muhammad SAW.
Sumber:
Maktabah At Turmusy
Syaikh Abdul Hadi Naja Al-Abyari, Al-Fawakih Al-Najawiyyah fi Al-Multaqat Al-Najawiyyah, hlm. 3–4, cetakan Mathba’ah Al-Wathon, 1300 H.
Penulis: Dimas Setyawan Saputro
Editor: Rara Zarary
- TAG