Khutbah Jumat: Upaya-upaya Solutif di Tengah Banjir PHK

Akhir-akhir ini sedang ramai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai daerah. Jika dilihat dari rentan waktu Januari – April 2025 menurut Kemenaker jumlahnya sudah mencapai +24.000 orang. Ini yang terlapor secara resmi ke pemerintah, dan tampaknya yang tidak terlapor juga banyak.
Maka dalam hal ini, naskah khutbah Jumat ini hendak membahas topik "Upaya-upaya Solutif di Tengah Banjir PHK." Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!
Khutbah I
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَبِهِ نَسْتَعِيْنَ وَعَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ الطَّاهِرِيْنَ وَصَحَابَتِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَايَحْتَسِبُ
Para hadirin yang dimuliakan Allah..
Sebagai umat Islam, sudah sepantasnya kita memuji dan memuliakan Allah Subhanahu wa Ta'ala atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita, terutama nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam semoga senantiasa kita panjatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Selanjutnya, khatib ingin mengingatkan bahwa takwa adalah bekal utama untuk kehidupan kita di akhirat kelak. Jika kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan di surga, maka sudah seharusnya kita istiqamah dalam memperjuangkan cita-cita tersebut dengan meningkatkan kualitas ketakwaan kita. Ketakwaan di sini tidak hanya terwujud melalui peningkatan kuantitas dan kualitas ibadah pribadi, tetapi juga harus diimbangi dengan perhatian terhadap ibadah sosial.
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah
Di antara bentuk ibadah sosial yang relevan saat ini adalah kepedulian terhadap nasib para korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Bayangkan, jika separuh dari mereka memiliki keluarga atau tanggungan, seperti menafkahi orang tua, saudara, atau lainnya, betapa berat tantangan yang mereka hadapi ketika sumber penghasilan utama hilang.
Tanggung jawab utama untuk mencari solusi bagi mereka terletak pada pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Dalam konteks ini, pemerintah mencakup semua tingkatan, dari pusat hingga daerah, di seluruh skala nasional. Dalam ajaran Islam, keberadaan pemerintah sangatlah penting dan esensial untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Jamaah sekalian ang semoga selalu diberikan kelimpahan rezeki dari Allah ta'ala. Terkait hal yang telah khatib sebutkan tadi, dalam kaidah fiqih terdapat prinsip yang menyatakan:
تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
Artinya, “Orientasi kebijakan pemimpin harus berasaskan pada kemaslahatan rakyatnya.”
Imam as-Suyuthi dalam kitab Al-Asybah wa al-Nadhair (hal. 122) menegaskan bahwa tugas utama seorang pemimpin adalah mendistribusikan pekerjaan secara adil dan merata. Langkah ini penting untuk menjaga stabilitas sosial dan mencegah timbulnya kecemburuan di masyarakat. Oleh karena itu, seorang pemimpin atau pemerintah idealnya adalah sosok yang cerdas dan kreatif, yang senantiasa memiliki ide-ide solutif dalam menghadapi berbagai permasalahan masyarakat, termasuk dalam menyelesaikan dampak PHK. Tanggung jawab mereka adalah mencari solusi agar kebutuhan dasar para korban, seperti keberlangsungan kehidupan keluarga, tetap terpenuhi.
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah
Secara teologis, kita meyakini bahwa Allah adalah Dzat Pemberi Rezeki. Namun, Allah tidak memberikan rezeki secara tiba-tiba tanpa adanya usaha dan perantara. Di sinilah peran pemerintah menjadi sangat penting, sebagai bagian dari ranah usaha dan media penyaluran rezeki tersebut. Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya:
إنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاَللَّهُ الْمُعْطِي
Artinya, "Aku hanya seorang pembagi (kebijakan/pekerjaan), sedangkan Allah merupakan Dzat Maha Pemberi (rezeki)." (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda demikian karena beliau memiliki wewenang untuk mengatur pembagian pekerjaan bagi masyarakatnya. Hal ini tampak jelas, misalnya, dalam peristiwa tatkala Nabi menang dalam Perang Khaibar. Setelah kemenangan tersebut, beliau memutuskan agar tanah subur Khaibar dikelola oleh penduduk setempat, meskipun mereka beragama Yahudi, dengan hasilnya dibagi bersama umat Islam. Kisah ini menjadi teladan bahwa seorang pemimpin tidak boleh memisah-misahkan masyarakatnya dengan alasan apa pun, termasuk perbedaan agama. Semua rakyat tetap menjadi tanggung jawabnya untuk diurus dan dipikirkan kesejahteraannya.
Oleh karena itu, pemerintah dapat menginisiasi program seperti pelatihan pengembangan bakat khusus bagi korban PHK atau kursus wirausaha dengan modal dari bantuan sosial. Bantuan sosial tidak hanya terbatas pada kebutuhan pokok, tetapi juga bisa berupa dana yang digunakan untuk memulai usaha, sehingga dapat berkembang dan berkelanjutan. Berbagai program lain yang mendukung produktivitas mereka juga perlu diupayakan.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Selain pemerintah, pihak lain yang dapat membantu korban PHK adalah masyarakat, khususnya mereka yang berkecukupan. Mereka dapat berkontribusi melalui dua cara: menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan modal untuk pelatihan keterampilan. Bantuan semacam ini tidak hanya memenuhi kebutuhan sesaat, tetapi juga memungkinkan korban PHK tetap produktif sesuai keahlian mereka dalam jangka panjang. Dengan demikian, mereka tidak lagi bergantung pada bantuan orang lain, karena memiliki kemampuan yang dapat mendatangkan rezeki.
Hal ini sejalan dengan firman Allah ta'ala:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah nasib mereka dengan sendirinya.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Dengan kata lain, para korban PHK akan berubah nasibnya bila mereka tidak berlarut-larut dalam kesedihan akibat musibah yang menimpa. Mereka tetap harus bangkit dan memutar otak agar tetap bisa melanjutkan hidup, apalagi bila mempunyai tanggungan nafkah terhadap yang lain.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, rezeki adalah hak prerogatif Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tugas kita sebagai manusia hanyalah berusaha, sedangkan hasilnya sepenuhnya berada di tangan-Nya. Oleh karena itu, para korban PHK tidak boleh hanya berdiam diri di rumah. Mereka harus proaktif mencari informasi dan peluang agar rezeki kembali mengalir ke dalam rumah tangga mereka.
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah
Di era modern ini, media sosial menjadi sarana cepat dan efektif untuk menemukan aktivitas yang dapat memulihkan kesejahteraan. Tentu saja, pemanfaatan media sosial ini harus tetap mematuhi aturan agama, sosial, dan hukum negara.
Selain mengandalkan bantuan pemerintah atau masyarakat, para korban PHK dapat berinisiatif sendiri dengan memanfaatkan media sosial untuk mencari pekerjaan baru, baik yang sejenis dengan pekerjaan sebelumnya maupun yang lebih sederhana. Jika diperhatikan, tidak sedikit pengguna media sosial yang membagikan informasi lowongan kerja, mulai dari pekerjaan kompleks hingga yang dapat dilakukan dari rumah.
Selain itu juga jamaah sekalian, para korban PHK dapat memanfaatkan keahlian yang telah mereka miliki. Mereka bisa mempromosikan keahlian tersebut, baik secara daring melalui platform online maupun luring dengan berinteraksi langsung di masyarakat. Dengan cara ini, mereka tidak lagi bergantung pada pihak lain untuk mendapatkan rezeki, melainkan mengandalkan kemampuan dan kecakapan tangan mereka sendiri.
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah
Inti dari apa yang telah disampaikan adalah pentingnya memaksimalkan usaha untuk meraih rezeki. Seperti pepatah yang sering kita dengar, “Usaha tidak akan mengkhianati hasil.” Jika hasil yang diharapkan belum tercapai, kemungkinan besar usaha yang dilakukan belum maksimal atau caranya belum tepat.
Prinsip ini selaras dengan ajaran Islam. Selain ayat dalam surah Ar-Ra’d yang telah disebutkan, terdapat juga ayat lain yang secara tersirat menegaskan bahwa hasil dari sebuah usaha diserahkan kepada Allah. Firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 159 berbunyi:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya, “Apabila kamu (Muhammad) telah membulatkan tekad bertawakkal kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159).
Ayat ini pada dasarnya menggambarkan usaha Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyebarkan risalah Islam. Allah memberikan petunjuk agar beliau bertawakkal, memasrahkan hasil kepada-Nya. Tawakkal di sini berarti mempercayakan hasil kepada Allah dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan memberikan balasan sesuai dengan usaha yang telah dilakukan.
Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Marah Labid (juz 1, hal. 163) menjelaskan bahwa tawakal tidak boleh menafikan usaha lahiriah, namun hati juga tidak boleh terlalu bergantung pada usaha tersebut. Sebaliknya, ketergantungan sejati harus tetap pada pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalam konteks mencari rezeki, prinsip ini juga berlaku. Ketika seseorang menjadi korban PHK, mereka harus berupaya mencari jalan keluar dengan memanfaatkan segala sarana yang tersedia, seperti media sosial atau peluang lainnya, untuk mendapatkan pekerjaan baru. Setelah berusaha semaksimal mungkin, pasrahkan hasilnya kepada Allah, Dzat yang Maha Mengatur segala urusan di bumi ini.
Semoga Allah senantiasa membukakan jalan keluar bagi kita atas segala permasalahan hidup yang kita hadapi. Amin ya rabbal 'alamin.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّابَعْدُ
فَيَاعِبَادَ ﷲ... اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ
إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيْمًا: اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓٮِٕكَتَهٗ يُصَلُّوۡنَ عَلَى النَّبِىِّ ؕ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَيۡهِ وَسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اللهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ، اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar