Kesehatan
Obat Herbal dari Nusantara dalam Tibbun Nabawi karya Adz-Dzahabi

Dalam khazanah keilmuan Islam, terdapat banyak karya yang membahas berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan dan pengobatan. Salah satu kitab yang cukup dikenal dalam bidang ini adalah Ath-Thibbun Nabawi, sebuah karya berharga yang ditulis oleh Adz-Dzahabi, seorang ulama besar yang mengabdikan dirinya pada ilmu hadits dan sejarah Islam.
Kitab karya Adz-Dzahabi ini tidak hanya sekadar menjelaskan metode pengobatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi juga memberikan perspektif holistik tentang kesehatan berdasarkan ajaran Islam. Uniknya, di dalamnya juga disebutkan salah satu wilayah di Nusantara yang menghasilkan bahan herbal untuk pengobatan.
Bagaimana riwayat ringkas penulis kitab At-Thibbun Nabawi? Apa saja isi dan nilai unik yang terkandung di dalam kitabnya? Apakah ajaran yang terdapat dalam kitab ini masih relevan bagi masyarakat modern?
Adz-Dzahabi, yang wafat di bulan Dzulqa’dah, meninggalkan warisan keilmuan yang luar biasa, termasuk dalam dunia pengobatan tradisional berbasis wahyu. Karya beliau menjadi referensi penting bagi mereka yang ingin memahami bagaimana Islam memberikan tuntunan dalam menjaga kesehatan fisik dan spiritual.
Adz-Dzahabi memiliki nama lengkap Syekh Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz at-Turkumani Al-Fariqi ad Dimasqi asy-Syafi’i Adz-Dzahabi. Secara ringkas, Beliau lahir pada Bulan Rabiul akhir tahun 673 Hijriah dan wafat pada Bulan Dzulqa’dah tahun 748 Hijriah.
Keterangan hari wafat Beliau tersebut terdapat pada Kitab Siyar A’lamin Nubala sebagai berikut:
لَيْلَة الِاثْنَيْنِ ثَالِث ذِي الْقعدَة ، سنة ثَمَان وَأَرْبَعين وَسَبْعمائة
Artinya: “(Beliau meninggal) pada malam Senin, 3 Dzulqa’dah tahun 748 Hijriah.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lamin Nubala, [Lebanon, Baitul Afkar Ad-Dauliyah: 2004], halaman 10)
Dalam kurun waktu hidupnya, Beliau berguru kepada 1300 hingga 3000 orang guru di wilayah Syam, Mesir, dan Hijaz. Jumlah karya tulis yang dihasilkannya mencapai 215 kitab dan di antaranya yang terkenal adalah kitab sejarah berjudul Siyar A’lamin Nubala.
Kitab Ath-Thibbun Nabawi yang Beliau tulis tidak terlalu dikenal, padahal isinya sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia. Kitab tersebut memuat teori pengobatan, sifat dan susunan tubuh manusia, prinsip-prinsip pengobatan, sifat makanan dan obat-obatan, dosis obat, tinjauan atas senyawa obat-obatan, serta cara mengobati penyakit.
Teori pengobatan yang Beliau tulis berasal dari teori kedokteran klasik yang dianut oleh Hippocrates dan Ibnu Sina. Beliau berusaha untuk menyelaraskan ajaran nabi dalam hadits-hadits tentang kesehatan dengan teori kedokteran yang diakui pada zamannya secara ilmiah. Hal itu menunjukkan pemahaman Beliau bahwa ilmu pengetahuan kedokteran tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Ketika menjelaskan sifat dan karakter tubuh manusia, kitab ini menceritakan tentang ciri fisik dan temperamen Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Adz-Dzahabi mengutip hadits dari Imam Bukhari sebagai berikut:
كَانَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًاوَأَحْسَنَهُمْ وَخُلُقًا
Artinya: “Rasulullah adalah manusia yang paling bagus wajahnya dan paling baik akhlaknya” (Al-Hafizh ad-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [Beirut, Dar Ihya-ul ‘Ulum: 1990], halaman 22).
Redaksi hadits tersebut mirip dengan syair dalam Maulid Diba’i yang berbunyi:
وَكَانَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خَلْقًا وَخُلُقًا
Artinya: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebaik-baik manusia dalam penciptaanya dan budi pekertinya.”
Baiknya wajah dan akhlak menjadi cermin sehatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara fisik dan mental. Menurut Adz-Dzahabi, jika temperamen Nabi paling seimbang maka karakter Nabi juga pastilah yang paling baik pula. Hal ini menjadi salah satu penyebab sehatnya Rasulullah.
Bahan-bahan alami yang digunakan dalam pengobatan disebutkan di Kitab At-Thibbun Nabawi secara alfabetis, yaitu berurutan dari bahan yang berawalan huruf alif hingga ya. Salah satu bahan yang disebutkan yaitu cendana ternyata berasal dari Nusantara pada masa lampau.
Keterangan tentang cendana, atau yang dalam bahasa Arab disebut sebagai Shandal dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai Sandalwood, dalam kitab Ath-Thibbun Nabawi diuraikan oleh Adz-Dzahabi sebagai berikut:
“Kayu Cendana bersifat dingin dan kering, berada pada derajat kedua. Kayu Cendana baik untuk kesehatan kelopak mata. Aromaterapi dari kayu cendana, cuka, dan air mawar dapat menyembuhkan sakit kepala. Meminumnya memperkuat liver dan memuaskan dahaga. Kayu cendana digunakan dalam infusa atau rebusan yang pahit. Kayu cendana terbaik dihasilkan di Makassar (Maqoshiri).” (Al-Hafizh ad-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [Beirut, Dar Ihya-ul ‘Ulum: 1990], halaman 141).
Kata Makassar (Ma-kassar) atau ما قصر ( Ma-qassar) ditulis dalam bahasa Arab. Pada penjelasan kitab Ath-Thibbun Nabawi, selain tumbuh di Makassar, tanaman cendana juga tumbuh di India. Namun, kualitas minyak cendana terbaik dihasilkan dari tanaman yang tumbuh di Makassar atau wilayah Nusantara pada masa itu.
Maqoshiri merujuk pada keterangan tempat bahwa cendana berasal dari Makassar yang merupakan wilayah Nusantara pada masa kehidupan Adz-Dzahabi. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas alam dari Nusantara yang berkhasiat sebagai bahan obat telah dikenal di seantero dunia.
Kayu cendana merupakah kayu yang beraroma wangi dan banyak digunakan sebagai aromaterapi atau bahan parfum. Selain wangi, efeknya sangat baik untuk kesehatan sebagaimana yang telah diuraikan oleh Adz-Dzahabi. Saat ini, ekstrak dari kayu cendana dikenal oleh dunia farmasi modern mengandung alfa dan beta santalol sebagai anti radang, antioksidan, pengobatan penyakit kulit hingga anti kanker (Zhang dkk, 2022, Identification and Functional Analysis of SabHLHs in Santalum album L, Life, Vol 8, 12(7):1017).
Cendana sebagai bahan alam yang disebutkan dalam Kitab Ath-Thibbun Nabawi hanyalah salah satu contoh bahwa karya Adz-Dzahabi masih relevan pada masa sekarang. Selain bahan alam, banyak kaidah pengobatan islami yang juga ditulis dalam Kitab Ath-Thibbun Nabawi. Selayaknya kaum Muslimin mengkaji dan menelaah karya tersebut untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar