Skip to main content

Ad Code

728
728

Potensi Ekonomi Syariah untuk Dorong Indonesia Jadi Negara Maju - Tirto

 

Potensi Ekonomi Syariah untuk Dorong Indonesia Jadi Negara Maju

tirto.id - Pengembangan ekonomi syariah menjadi kunci untuk membawa Indonesia menjadi negara maju. Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, menyampaikan hal tersebut dalam video monolog di kanal YouTube-nya, Gibran TV, Jumat (6/6/2025).

Ia menyebut ada ratusan juta umat muslim di dalam negeri. Ini memberi Indonesia kekuatan menggerakkan pasar, sebagai salah satu negara dengan komunitas Islam terbesar di dunia.

“245 juta jiwa penduduk Indonesia adalah umat muslim, salah satu yang terbesar di dunia. Artinya, kekuatan pasar ada di tangan kita, di negeri kita sendiri,” ujar Gibran. Meski dia mengingatkan, populasi yang besar perlu diikuti kemandirian ekonomi dan industri halal. Mulai dari kemandirian dalam keuangan syariah, industri makanan dan minuman halal, fesyen muslim, kosmetik halal, wisata ramah muslim, hingga lagu, film dan konten Islami.

Gibran mengatakan, Indonesia menempati tiga besar ekonomi islami global pada tahun 2024. Tepatnya berdasar Global Islamic Economy Index. Dalam enam tahun terakhir, pertumbuhan ekspor produk halal Indonesia bahkan mencapai tujuh persen dalam enam tahun terakhir, ujar Wapres.

“Bahkan 15 dari 30 perusahaan produsen halal terkemuka dunia juga berasal dari Indonesia Ini menunjukkan potensi besar kita dalam industri halal,” sebutnya.

Sayangnya Indonesia belum menjadi pemain utama dalam rantai pasok halal dunia. Indonesia masih menempati urutan 8 eksportir produk halal dunia. “Bahkan negara lain dengan jumlah penduduk muslim jauh lebih sedikit mampu memimpin di posisi pertama,” ucap Gibran.

Potensinya padahal kian besar. Mantan Wali Kota Solo ini mengatakan pengeluaran penduduk muslim untuk produk halal mencapai 2.2 triliun dolar Amerika Serikat (AS) pada 2022. Proyeksinya, angka ini akan mencapai 3.3 triliun dolar AS pada tahun 2027. "Dengan potensi terbesar ada pada sektor makanan dan minuman halal yaitu sebesar 43 persen Kemudian disusul sektor fashion muslim sebesar 23 persen,” tuturnya.

Indonesia Sebagai Salah Satu Negara dengan Ekosistem Ekonomi Islam Terkuat

Mengutip laporan State of The Global Islamic Economy (SGIE) 2023/2024, Indonesia menempati urutan ketiga, di bawah Arab Saudi dan Malaysia, sebagai negara dengan perkembangan ekonomi syariah terbaik.

Indonesia mendapatkan skor 80.1 untuk Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2023/2024 –skor rata-rata. Sektor keuangan syariah mendapatkan skor 93.2, makanan halal mendapatkan skor 94.4, wisata halal mendapatkan skor 60.7, industri busana mendapatkan skor 66.3, media dan konten mendapatkan skor 52,4, serta kosmetik dan obat-obatan halal mendapat nilai 58.6.

Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia mengatakan keberhasilan Indonesia menempati urutan ketiga pada GIEI merupakan tonggak penting penting perkembangan dan kemitraaan ekosistem halal global. Bersama Malaysia dan Arab Saudi, Indonesia menjadi negara dengan ekosistem ekonomi Islam terkuat di dunia.

Pengamat Ekonomi Syariah dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Irfan Syauqi Beik, menyebutkan bahwa ekonomi syariah dalam negeri berkontribusi terhadap Produk domestik bruto (PDB) sebesar 25,48 persen pada tahun 2024.

Kontributor terbesarnya adalah keberadaan halal value chain yang merupakan sektor strategis. Sementara sektor keuangan syariah Indonesia masih berada di bawah 10 persen. Menurut Irfan, hal ini disebabkan banyak perhitungan yang belum termasuk. “Menurut saya, angka keseluruhannya bisa lebih besar dari itu. Karena basis perhitungannya masih banyak yang belum tergarap,” tuturnya kepada Tirto, Selasa (10/6/2025).

Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB ini menyebut, perhitungan PDB syariah harus segera dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia. Hal ini bertujuan untuk dapat melihat secara lebih utuh berapa besarannya PDB syariah agar bisa melihat kontribusi utuhnya.

Indonesia tembus tiga besar SGIE 2023

Pengunjung menyantap makanan di zona kuliner halal, aman, dan sehat (KHAS) di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (28/12/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/wpa/rwa.

Dia menuturkan, terdapat delapan kluster ekonomi syariah yakni; makanan halal, pariwisata ramah muslim, busana islami, ekonomi kreatif syariah, kosmetik dan obat obatan halal, energi terbarukan, keuangan islami, dan industri syariah lainnya.

Pertumbuhan ekonomi syariah bervariasi tergantung sektornya. Jika melihat rantai halal, pertumbuhannya mencapai 4,8 - 5,6 persen, perbankan syariah tumbuh 10-11 persen, dan sektor zakat meningkat 30-40 persen per tahun.

Irfan menyebut terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi jika ingin meningkatkan kontribusi ekonomi syariah. Pertama dari sisi literasi dan edukasi untuk pelaku usaha maupun konsumen. Konsumen perlu diedukasi mengenai penerapan gaya hidup halal. Sedangka para pelaku usaha halal juga, perlu diedukasi sehingga mereka harus terlibat dalam mengoptimalkan potensi produk halalnya.

Kedua dari sisi kelembagaan produk layanan dan inovasi. Menurut Irfan ini menjadi pekerjaan rumah untuk memiliki sistem kelembagaan yang kuat. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan kualitas produk dan layanan. Sebab, pelaku UMKM halal sangat sulit untuk menjaga kualitas dan pemanfaatan ekosistem digital.

“Bagaimana bisa menjaga kualitas kemudian juga dari sisi layanan, bagaimana ekosistem digital bisa dimanfaatkan untuk produk halal,” ujarnya.

Ketiga dari sisi regulasi, pemberian insentif dapat mendorong industri halal untuk menyerap penduduk lokal. Dengan banyaknya yang tertarik di ekonomi halal, para pelaku usaha akan jadi semakin kuat.

MASJID 99 KUBAH DI MAKASSAR

Pembangunan masjid 99 kubah dilihat dari Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (15/12/2018). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww.

Irfan juga menggarisbawahi pentingnya membangun kawasan halal yang berorientasi pada ekspor agar dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia baru memiliki empat kawasan industri halal.

Dukungan regulasi lain adalah pemanfaatan diplomasi halal. Menurut Irfan, selama ini Kedutaan Besar Indonesia di berbagai negara belum berfungsi sebagai fasilitator untuk ekspor terkait produk halal.

Dalam rangka memacu ekonomi syariah, terdapat beberapa hal fundamental yang menjadi pekerjaan rumah. Peningkatan kapasitas produksi adalah sebuah keharusan, sebab kian besar potensinya.

Di bidang makanan misalnya, Irfan mencontohkan jamaah haji yang perlu makan 127 kali. Tapi supply dalam negeri masih minim, baru sekitar 470 ton bumbu masak yang murni dari Indonesia.

Menurut dia, Indonesia belum memiliki integrasi hulu ke hilir. Sehingga proses bisnis masih belum terhubung dengan baik. Hal ini menampilkan masalah infrastruktur halal yang kuat. Perlu ada industri logistik halal yang memfasilitasi dari produksi ke hilir.

Indonesia peringkat ketiga Global Islamic Economy Indicator

Pekerja mengemas kondimen makanan bakso Malang beku sebelum diekspor di rumah produksi Bakso Sritikah, Malang, Jawa Timur, Rabu (14/5/2025). Kementerian Perindustrian menyebutkan Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia dalam Global Islamic Economy Indikator versi The State of Global Islamic Economy Report 2023/2024 dengan kinerja ekspor produk halal sepanjang tahun 2024 mencapai 64,11 miliar dolar AS atau setara Rp1.08 kuadtriliun dengan perhitungan kurs Rp16.840 per dolar AS. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/wpa.

Lebih lanjut, Irfan juga berpendapat diplomasi dagang Indonesia kurang kuat di kancah internasional. Belum ada eksploratif terhadap pasar baru yang memiliki permintaan produk halal. “Pasar Timur Tengah misalnya, kemudian pasar halal Eropa belum kita garap dengan sepenuh hati,” ucap Irfan.

Integrasi dengan keuangan syariah juga perlu diperkuat, untuk di dalam negeri dan keperluan ekspor. Sejauh ini, Bank Syariah Indonesia (BSI) sudah memiliki cabang di Dubai dan Jeddah. Hal ini bisa digunakan untuk memperkuat perbankan internasional.

Tidak kalah penting, Irfan mengatakan soal pengelolaan data produk halal. Jadi bukan cuma sekadar sertifikasi halal, tapi perlu peningkatan daya saing. Sehingga produk halal Indonesia tidak kalah dengan produk halal dari Australia, Thailand, dan Tiongkok.

Industri makanan dan minuman halal memiliki valuasi mencapai 1.7 triliun dolar AS. Saat ini pemenuhannya justru didominasi oleh negara dengan muslim minoritas, sampai 78 persen. Sementara negara muslim mayoritas, cuma memegang sampai 22 persen. Indonesia dalam hal ini hanya memegang valuasi mencapai 4 persen.

Dari sektor pariwisata, Irfan menyebut terdapat 8 juta dari 30 juta wisatawan yang tertarik dengan wisata halal. Indonesia cuma ada 200 ribu-300 ribu wisatawan asing yang masuk. Sedangkan wisatawan di Malaysia mencapai delapan juta wisatawan.

Sangat disayangkan, mengingat jarak antara Malaysia dengan tempat seperti Sumatera Barat, Medan, dan Aceh –yang punya destinasi wisata halal hanya 45 menit. “(Sebab) secara infrastruktur belum sepenuhnya bisa menarik minat turis,” tutur Irfan.

Padahal merujuk ke Global Muslim Travel Index (GMTI), Indonesia dan Malaysia berbagi urutan pertama, dengan nilai 76 sebagai top 20 tujuan wisata bernuansa Islami. Indonesia dan Malaysia sama-sama fokus meningkatkan ketersediaan makanan halal, fasilitas ibadah, dan layanan turisme khusus.

PENGEMBANGAN PARIWISATA HALAL RIAU

Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (9/4/2019). ANTARA FOTO/FB Anggoro/aww.

Dewan Pakar Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) Bidang Pariwisata dan Pakar Strategi Wisata Nasional, Taufan Rahmadi, menyebut tantangan kunci terkait peningkatan bidang pariwisata halal Indonesia.

Salah satunya adalah literasi dan sosialisasi yang belum optimal ke masyarakat. Sosialisasi wisata halal belum optimal, wajar masih banyak kebingungan di masyarakat terkait destinasi misalnya. Idealnya, menurut Taufan, Kementerian Pariwisata memiliki divisi khusus untuk pengembangan wisata halal.

Taufan menilai bahwa wisata halal Indonesia memiliki kontribusi signifikan. Sebab berdasar laporan ekonomi syariah Bank Indonesia pada 2023, sumbangsihnya mencapai 11,6 persen terhadap halal value chain.

Salah satu perwujudannya adalah ketersediaan makanan halal, kedekatan dengan tempat ibadah, dan fasilitas pendukung. Keberadaannya akan mendukung wisata konvensional. Sebab, menurut Taufan, pariwisata halal merujuk pada gaya hidup dan extended service (layanan tambahan) kepada wisatawan muslim maupun non-muslim.


tirto.id - News

Reporter: Faisal Bachri
Penulis: Faisal Bachri
Editor: Alfons Yoshio Hartanto

Posting Komentar

0 Komentar

Update

728